Jumat, 31 Oktober 2008

cerpenku..

Surat dan Tangis Impian Sang Ayah


Angin pagi yang dingin membangunkan tidur seorang gadis kecil bernama Rara. Angin yang masuk dari jendela-jendela kecil kamarnya sungguh membuat ia malas untuk bangun dari mimpinya. Mama yang membuka jendela itu, melihat gadis kecilnya tidur sungguh membuatnya kagum, kagum akan karunia allah padanya. Gadis kecil yang lahir dari rahimnya sendiri, yang ditiupkan ruhnya oleh allah ketika kandungannya usia 4 bulan. Hampir saja mata itu mengeluarkan air mata yang tak tertahankan. Semua itu hilang dalam sekejap, rasa kesalnya yang sejak tadi menyelimuti hatinya muncul kembali. Ia kesal karna anak satu2nya itu masih terlelap ketika azan subuh sudah berkumandang, sungguh hal yang terlupakan saat zaman ini.
“rara sayang ayo bangun, sudah azan subuh masih enak2an ditempat tidur seh !“. Masih dengan suara lembut walau hatinya diselimuti rasa kesal.
“sebentar lagi ma, tanggung mimpinya belum abis”. Kata rara dengan sesekali meregangkan tubuhnya.
“eh, ko gitu ngomongnya, masa mimpinya mau disambung lagi? Ya gak bisa dong, ayo cepet bangun. Ke kamar mandi ambil air wudhu terus kita ke mesjid sama papa. Ayo cepetan !’’ mama mulai marah karna anakanya mulai membantah. Akhirnya tibalah jurus sang mama supaya anaknya bisa bangun dari kemalasannya. Mama menarik tangan rara dan mulai ngomel2 ga karuan sama rara. Dan akhirnya rara nyerah juga. Seperti yang diinginkan mama, mereka berangkat bersama untuk shalat subuh di mesjid dekat rumah.
®®®®
Rara adalah seorang gadis kecil berusia 11 tahun, ia anak semata wayang dari seorang pengusaha, mamanya bekerja sebagai guru. Walaupun ia anak tunggal, papa dan mamanya sama sekali tidak pernah memanjakanya. ia diajarkan untuk mandiri sejak kecil,ia pun diajarkan untuk bisa menghargai kehidupan. Diajarkan untuk bagaimana cara bersyukur pada allah, hal itu yang membuat hatinya kagum pada sosok sang mama dan papa. Setiap subuh selalu membangunkan agar bisa shalat subuh berjamaah di mesjid. Hal yang sungguh jarang ditemukan pada saat ini.
Keluarga itu amat bahagia, sebenarnya mereka adalah perantau, papa rara orang palembang sedangkan mama rara orang lampung, akan tetapi mereka sudah lama berada di tanah sunda, berbahasanyapun mereka sudah bisa. Rara selalu rindu pada kakek dari ibunnya, memang ia sangat dekat dengan kakeknya itu, sampai2 ia memanggil kakeknya dengan sebutan “ayah”. Begitu juga dengan ayah ia sangat menyayangi cucunya yang satu ini, hingga membuat iri para cucu yang lain. Hingga pada pagi itu di sekolah rara, dimana dimulainya kisah kesedihan rara kecil.
“ra, kamu lagi apah??” tanya sisna,sahabat dekat rara.
“ehmmm,, biasa na tugasku untuk ayah”. Jawab rara sambil sibuk menulis sepucuk surat untuk ayah.
“owugghhh,,, tugas rutin ya..?” jawab sisna cepat.
“ia dong, walau ayah tak membalas dengan surat lagi tetap aku ingin memberinya surat ini”. Rara dengan wajah agak kecewa.
“kenapa ayahmu tak pernah membalas surat mu ra,dan hanya berbicara lewat telpon saja??”
“ayah ku sudah ga bisa nulis banyak lagi, tangannya sudah ga kuat!.”
“tapi kan, sepupu mu masih bisa membantunya?”
“kamu kan tau, sepupuku tak suka kalo ayah terlalu berpihak ke aku, lagi pula ayah bukan orang yang mau negrepotin orang lain.” Kata rara yang mulai menitikkan air matanya, teringat akah kesedihannya saat ia tak disukai sepupunya sendiri.
“owugghh begitu… ya sudah sekarang ga usah bersedih lagi, ayo kita kekantin ajah, ada mainan lucu disana!” sisna menarik tangan rara dengan cepat, takut2 kalau sahabatnya yang satu ini nangis beneran. Bisa gawat nanti.
Saat2 yang indah ketika menulis surat buat ayah,menceritakan segala sesuatu yang ia alami. Tapi semua itu hancur seketika saat ia dipanggil ke ruang guru.
“rara sayang ayo ikut ibu ke kantor, mama mu menelepon!!” pinta buguru.
“mama nelpon bu??” seraya mengerutkan dahinya ia berkata dalam hati. Nagapai mama nelpon ngga biasa2nya mama nelpon kesekolah, ada apa ya?. Bu guru menjawab dengan anggukan lembut saja.
’’halo ma?“ kata rara.
’’halo sayang, rara bisa minta izin ke bu guru untuk pulang ke rumah nak?“ jawab mama dengan nada serak seperti menangis.
’’emangnya kenapa ma rara harus pulang?“ jwab rara kebingungan.
’’ayah sakit keras ra, kita harus segera pulang ke lampung sayang!!“
Seketika itu pula air mata rara berjatuhan, ia kaget mendengar orang yang sangat ia sayangi setelah orang tuanya kini sakit keras, terbaring diatas tempat tidur. Tak terbayangkan oleh gadis kecil berumur 11 tahun itu bagaimana terpukulnya mama saat ini.
’’aku pulang sekarang mah!“ kata rara sambil terisak menahan kesedihannya. Telpon mama di tutup seketika.
’’ bu guru rara boleh pulang?“
‘’ rara boleh pulang, tapi hapus dulu air matanya !!’’ jawab ibu dengan lembut, sesekali mengelus rambut rara.
Rara pulang dengan tangisan yang tak henti, disepanjang jalan ia menyeka air mata yang jatuh, ia selalu berdoa pada allah.

Ya allah jangan ambil ayahku dulu..
rara ingin ada di samping ayah...
tapi jika itu keinginan-Mu
aku rela... karna ayah milik-Mu..

Doa dari seorang cucu yang berlarian dari sekolah menuju rumahnya, menagis tersedu-sedu. Sesampainya di rumah, rara disambut isak tangis mama, papa juga terlihat sedih. Hari itu juga mereka berangkat ke lampung. Dengan kendaraan seadanya mereka berangkat dengan hati gusar.
Setibanya dirumah ayah, rara langsung duduk disamping ayah yang terbujur kaku di atas ranjang. ’’ayah rara dateng, ayah bangun dong sekarang jangan diem ajah!!“ pinta rara.
’’rara dari tadi ayah minta kamu dateng, dia sangat sayang kamu“ kata tante Ririn, tante inilah yang selalu membela rara kalo dia sampai diganggu sepupu2nya.
Tiba2 tangan ayah bergerak mendekati kepala rara, mama berada disamping rara ditemani papa yang selalu menjadi kekuatannya. Rara senang karna ayah tau ia datang.
’’rara cucu ayah, ayah mau pergi jauh sekali, rara baik2 yah jaga mama, papa nanti kalo punya adek rara harus sayang ma adek rara. Ayah mau rara jadi orang yang bisa membantu orang lain apa adanya, ayah pengen rara jadi kebanggan papa mama. Jangan pernah membohongi hidup ini sayang. Ayah sayang rara.. ’’asyhadu anlaa ilaaha illallaahu wa asyhadu anna muhammadar-rasuulullah.“ Kata-kata itu menutup semua kehidupan ayah, ayah pergi dengan tenang. Tangisan rara memecah, ia tak tahan dengan semua ini, ia sedih, ia mengantarkan ayah terlelap ditidur panjangnya.
Di hatinya selalu terukir impian ayah, tangis impian ayah yang selalu tertanam didalam jiwanya. Tak kan pernah ia melupakn itu semua.
Didepan tempat peristirahatan sang ayah dia berdoa.
Ya allah jagalah ayahku..
Engkau mengambilnya dari diriku...
sungguh rara ikhlas ya allah...
karna ayah milik-mu, bukan milik rara sepenuhnya..

Biarkan ayah menjadi orang yang dirindukan surga-Mu...
Jangan biarkan ayah menagis disana,karna kehidupan anak dan cu2nya.
Jagalah dia ya allah, rara mohon......

Tangis gadis kecil berusia 11 tahun diiringi doa keapada sang kholik, disamping pusara sang kakek yang amat dicintainya. Menaruh perhatian sepupunya. ’’Karna inilah kakekku amat mencintainya, karna ia juga mencintai kakekku seperti ini.“ Sepupu rara.
’’ ra , sebenarnya selama ini ayah selalu ingin menulis surat untukmu tapi tidak pernah bisa, tapi sebelum dia pergi dia berusah menulis surat dan ia menyuruhku untuk mengrimkannya, tapi aku iri padamu. Aku ga mau memberikannya padamu, tapi sekarang aku tau, aku tak boleh iri padamu karna ayah sayang kita berdua. Ini surat dari ayah untuk mu“ dengan air mata yang berlinang, ia memberikan surat itu pada rara.
Tangisan akan kehangatan yang diberikan sepupu rara membuat ia, terharu akan semua itu, kepergian ayahnya melukai hatinnya tapi semua itu tertutupi oleh kehangatan keluarga yang kembali utuh dan menyayanginya. Dalam hati ia berkata.. ’’terima kasih tuhan,Kau membuat utuh keluargaku lagi, aku ikhlas menerima kenyataan ayah pergi..“. isak rara.


by.nurul amanda fitra

Politik??(lelah ku menunggu)

lelah ku menunggu.. tapi aku harus..
ku yakin sungai ini kan ada muaranyadalam atau dangkalnya muara itubelum pernah kualami..
ku hanya coba tuk menyusuri sungai ini dengan rakit kecilku, di kedua sisinyabegitu rindang tanaman menaungi jalanku dari intaian mata elang yang membuat silau..
namun ku mulai merasa jenuh karena sungai ini terlalu panjang buatku...